Rabu, 07 November 2007

Fwd: Mengenal Kemitraan Islami (Bag.1)

--- In ekonomi-islami@yahoogroups.com, Merza Gamal <merzagamal@...>
wrote:

A. KEMITRAAN SEBAGAI ALTERNATIF PERMODALAN USAHA Pembangunan
Ekonomi harus mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
berdasarkan azas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang
melekat, serta mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
semua pelaku ekonomi untuk berperan sesuai dengan bidang usaha masing-
masing. Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat,
dibutuhkan sebuah bentuk kemitraan yang diartikan sebagai kerjasama
pihak yang mempunyai modal dengan pihak yang mempunyai keahlian atau
peluang usaha dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat, dan saling menguntungkan

Esensi kemitraan jika ditinjau dari sudut pandang tujuan
perlindungan usaha adalah agar kesempatan usaha yang ada dapat
dimanfaatkan pula oleh yang tidak mempunyai modal tetapi punya
keahlian untuk memumuk jiwa wirausaha, bersama-sama dengan pengusaha
yang telah diakui keberadaannya.

Pada dasarnya kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika
kaidah saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan
dapat dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat di antara
para pelaku kemitraan.[1] Implementasi kemitraan yang berhasil harus
bertumpu kepada persaingan sehat dan mencegah terjadinya
penyalahgunaan posisi dominan dalam persekutuan untuk menghindari
persaingan.

Alternatif kemitraan dalam pengembangan usaha kecil dan mikro bukan
dimaksudkan untuk memanjakan atau pemihakan yang berlebihan , tetapi
justru upaya untuk peningkatan kemandirian pengusaha kecil dan mikro
sebagai pilar dalam pembangunan ekonomi kerakyatan. Strategi
peningkatan skala usaha dan akses permodalan dengan penyaluran kredit
program, jika tidak dilakukan dengan konsep kemitraan sebagaimana
mestinya, pada akhirnya malah akan menyisakan masalah kredibilitas
tersendiri.

Dalam konsep kemitraan semua pihak harus menjadi stake holders dan
berada dalam derajat subyek-subyek bukan subyek-obyek, sehingga pola
yang dijalankan harus dilandasi dengan prinsip-prinsip partisipatif
dan kolaboratif yang melibatkan seluruh stake holders dalam kemitraan
yang dijalankan.

Sebagaimana teori sosial pengembangan masyarakat yang sedang
berkembang akhir-akhir ini, maka dalam menetapkan suatu program
pembangunan ekonomi harus memperhatikan faktor-faktor yang berkembang
dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, adat, budaya,
tradisi, moral dan keyakinan agama yang dianut oleh masyarakat
wilayah itu sendiri.

Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)