wrote:
ADAKAH AKUNTANSI SYARIAH…???
Mendengar kata "Akuntansi Syariah" atau "Akuntansi Islam", mungkin
sebagian
kita akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat
mengada-ada. Sebagaimana yang diketahui oleh awam, bahwa Akuntansi,
menurut
sejarah yang terdapat dalam berbagai buku "Teori Akuntansi",
disebutkan
bahwa sistem pembukuan "double entry" muncul di Italia pada abad ke-
13 yang
lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli yang
menulis
buku "Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita" dengan memuat
satu
bab mengenai "Double Entry Accounting System".
Namun apabila kita pelajari "Sejarah Islam" ditemukan bahwa setelah
munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW
dan
terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan
oleh para
Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan
untuk
perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf,
hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah
SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus
beberapa
sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan "hafazhatul
amwal"
(pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam
menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan
diturunkannya
ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan
fungsi-fungsi pencatatan (kitabah) dalam bermuamalah (bertransaksi),
penunjukan seorang pencatat beserta saksinya, dasar-dasarnya, dan
manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum
yang
harus dipedomani dalam hal tersebut.
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata
Islam
lebih dahulu mengenal sistem akuntansi, karena Al Quran telah
diturunkan
pada tahun 610M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang
menerbitkan bukunya pada tahun 1494M.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang
mencoba
mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan
pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan
dalam
account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal,
hasil,
biaya, dan laba.
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil,
jangan
dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut
keadilan
ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita
menguranginya.. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai
ayat,
antara lain dalam surah Asy-Syu'ara ayat 181-184 yang
berbunyi:"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-
orang
yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan
janganlah
kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka
bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah
menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu."
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Dr.
Umer
Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan,
biaya,
dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan
secara
benar dan adil.
Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun
dari
bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh
sebuah
manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa
melakukan
apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan
kepentingannya,
sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng
kepentingannya.
Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan
atas
laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi
pemeriksaan ini
dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun" sebagaimana yang
dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: "Hai orang-
orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita,
maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas
perbuatanmu itu."
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus
menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan
dalam
Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa' ayat 35 yang
berbunyi: "Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik
akibatnya."
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah
Akuntansi
dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-
dasar
hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber
Syariah
Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam
pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan,
maupun
penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau
peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah
Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu
peristiwa
tertentu), dan `Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan
Syariah Islam.
Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang
membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah
Akuntansi
Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk
disiplin
ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat
penerapan
Akuntansi tersebut.
Konsep Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional mempunyai
beberapa
persamaan dan perbedaan. Persamaan keduanya terdapat pada hal-hal
sebagai
berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit
ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu
atau tahun
pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan
barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan
income
(pendapatan) dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan
perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau
pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Dr. Husein Syahatah, dalam
buku "Pokok-Pokok
Pikiran Akuntansi Islam", antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara
menentukan nilai
atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa
yang
dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan
konsep
Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang
berlaku,
dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di
masa
yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua
bagian,
yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva
lancar),
sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi
harta
berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya
barang
dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang
lain yang
sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya
sebagai
perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau
sebagai
sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekkan teori pencadangan dan
ketelitian dari
menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan
laba
yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan
hal itu
dengan cara penentuan nilai atau harga berdasarkan nilai tukar yang
berlaku
serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal,
mencakup laba
dagang, modal pokok, transaksi, dan juga pendapatan dari sumber yang
haram,
sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas
pokok dan
laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari
transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram
jika
ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat
yang
telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram
tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya
ada ketika
adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba
itu akan
ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang,
baik yang
telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu
keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum
nyata
laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem
Akuntansi
Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-
soal inti
dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul "On Islamic
Accounting", Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang
dibuat
sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat
kapitalisme,
sedangkan dalam Akuntansi Islam ada "meta rule" yang berasal diluar
konsep
akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari
Tuhan
yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan
kecenderungan
manusia yaitu "hanief" yang menuntut agar perusahaan juga memiliki
etika dan
tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat,
dimana
setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Tuhan
yang
memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua
tindakan
manusia bukan saja di bidang ekonomi, tetapi juga bidang sosial-
masyarakat
dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep
Akuntansi Islam
jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan
Islam telah
membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar
Akuntansi
Konvensional.
Terakhir, marilah kita renungi firman Allah SWT berikut ini:
"…… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang
berserah diri." (QS.16/ An-Nahl: 89)
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)