Rabu, 07 November 2007

Fwd: Membangun Koperasi Berbasis Masjid (Bag.1)

--- In ekonomi-islami@yahoogroups.com, "Merza Gamal" <merzagamal@...>
wrote:

I. KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA EKONOMI RAKYAT


Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di
Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator
Republik
Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, mengatakan bahwa
Koperasi
adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian,
beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung
secara
sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu
usaha
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya .

Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab I,
Pasal 1,
ayat 1 dinyatakan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya
berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar
atas asas kekeluargaan. Sedangkan tingkatan koperasi dalam UU
tersebut
dikenal dua tingkatan, yakni Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.
Koperasi
Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-
seorang,
dan Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan
Koperasi.

Tujuan pendirian Koperasi, menurut UU Perkoperasian, adalah memajukan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
serta ikut
membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat
yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar
1945.

Secara konsepsional, Koperasi sebagai Badan Usaha yang menampung
pengusaha
ekonomi lemah, memiliki beberapa potensi keunggulan untuk ikut serta
memecahkan persoalan social-ekonomi masyarakat. Peran Koperasi
sebagai upaya
menuju demokrasi ekonomi secara kontitusional tercantum dalam Pasal
33 UUD
1945. Namun dalam perjalanannya, pengembangan koperasi dengan
berbagai
kebijakan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia,
keberadaannya masih belum memenuhi kondisi sebagaimana yang
diharapkan
masyarakat .

Secara kuantitatif jumlah koperasi di Indonesia cukup banyak,
berdasarkan
data Departemen Koperasi & UKM pada tahun 2004 tercatat 130.730,
tetapi yang
aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota
(RAT)
hanya 35,42% koperasi saja. Dengan demikian, dari segi kualitas,
keberadaan
koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan
mengikuti
tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan
kesejahteraan
para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi
masih
relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan
perkuatan
dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.

Dalam teori strategi pembangunan ekonomi, kemajuan Koperasi dan usaha
kerakyatan harus berbasiskan kepada dua pilar:
1. Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat;
2. Berfungsinya aransmen kelembagaan atau regulasi pemerataan
ekonomi yang
effektif.

Namun dalam kenyataan yang dirasakan hingga saat ini, seringkali
terjadi
debat publik untuk menegakkan kedua pilar utama di atas hanya
terjebak pada
pilihan kebijakan dan strategi pemihakan yang skeptis dan cenderung
mementingkan hasil daripada proses dan mekanisme yang harus dilalui
untuk
mencapai hasil akhir tersebut.

Di samping lembaga Koperasi yang telah dikenal, saat ini juga
berkembang
lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang merupakan lembaga pendukung
kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah (golongan ekonomi lemah)
dengan
berlandaskan sistem ekonomi Syariah Islam. Badan Hukum dari BMT dapat
berupa
Koperasi untuk BMT yang telah mempunyai kekayaan lebih dari Rp 40
juta dan
telah siap secara administrasi untuk menjadi koperasi yang sehat
dilihat
dari segi pengelolaan koperasi dan baik ("thayyiban") dianalisa dari
segi
ibadah, amalan shalihan para pengurus yang telah mengelola BMT secara
Syariah Islam. Sebelum berbadan hukum koperasi, BMT dapat berbentuk
sebagai
KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dapat berfungsi sebagai Pra
Koperasi.

Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha ekonomi
bagi
kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada
pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya, dalam rangka
meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari pembangunan ekonomi
kerakyatan, maka sudah seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan
Koperasi
dan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat ekonomi lemah
dengan
mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat
dan
menggandeng lembaga-lembaga pemerintahan daerah, organisasi
kemasyarakatan,
dunia usaha, dan Lembaga Perbankan Syariah , yang sedang berkembang
saat ini
di Indonesia, dalam sebuah bentuk kemitraan berupa pembinaan
manajerial
koperasi, bantuan pengembangan perangkat dan sistem keuangan mikro,
serta
kerjasama pendanaan dan pembiayaan .

Dengan membuat sebuah program kemitraan bagi BMT, maka diharapkan
dapat
mengembangkan usaha-usaha mikro, sebagai pelaku utama ekonomi
kerakyatan,
yang akan sulit jika dibiayai dengan menggunakan konsep perbankan
murni, dan
di sisi lain kemitraan ini juga akan meningkatkan kemampuan Koperasi
dan BMT
sebagai lembaga keuangan alternatif yang akhirnya program ekonomi
Kerakyatan
yang didengung-dengungkan selama ini dalam mencapai visi mencapai
kesejahteraan lahir dan bathin, insya Allah akan dapat terwujud.
Namun
sebelum mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, kita
harus
menyadari bahwa makna kesejahteraan yang ingin dicapai bukan hanya
dari sisi
materi semata, tetapi lebih dari itu yakni mempunyai ketersinggungan
dengan
apek ruhaniah yang juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia
dan
keadilan social ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu,
kebersihan
harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan
keluarga
dan masyarakat, sehingga mendiskusikan konsep kesejahteraan tersebut
tidak
terbatas pada variable-variabel ekonomi semata, melainkan juga
menyangkut
moral, adat, agama, psikologi, sosial, politik, demografi, dan
sejarah .


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)